Bagaimana Orang Zaman Dahulu Menyalurkan Pendapat?

Masyarakat Indonesia sering diramaikan dengan pemilihan umum sebagai salah satu bentuk partisipasi politik warga negara. 



aksi demanstrasi



Dalam proses Pemilu sebagai bagian dari demokrasi, masyarakat dengan terbuka menyampaikan pendapat, kritik, maupun saran kepada pemerintah, yang sebagian besar melalui social media.

Namun tahukan kamu bagaimana orang zaman dahulu menyalurkan pendapat, kritik, maupun saran kepada pemerintah? Atau singkatnya, bagaimana bentuk partisipasi politik mereka?

Sebagai contoh di Yunani, bentuk masyarakat di sana bernama Polis. Polis tersebut setara dengan negara kota yang berkembang di Eropa sekitar abad ke-18. Di Yunani, partisipasi politik kala itu dijalankan secara langsung berhadap-hadapan dengan pemerintahnya.

Rakyat biasanya berkumpul di lapangan untuk bertemu dengan penguasa dan membicarakan persoalan-persoalan publik. Setiap orang yang memiliki hak politik berkumpul untuk menyalurkan aspirasi mereka.

Kegiatan partisipasi politik ini dapat dilakukan secara langsung karena jumlah penduduk yang tinggal di Polis masih terbilang sedikit. Perlu juga digarisbawahi, tidak semua orang di Polis memiliki hak politik atau disebut warga negara.

Di Athena misalnya, yang disebut sebagai warga negara adalah pria dewasa yang tercatat sebagi penduduk asli Athena. Sementara, perempuan tidak masuk dalam kategori warga negara. Begitu pula budak dan penduduk pendatang.

Jadi, sekiranya Anda hidup di Athena pada masa itu sebagai pendatang, Anda tidak memiliki hak politik sebagai warga negara walaupun Anda sudah tinggal di sana selama bertahun-tahun.

Partai Politik

Bentuk partisipasi a la Polis tentu saat ini tidak bisa dijalankan lagi. Pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat sudah tidak memungkinkan lagi untuk dilakukan partisipasi secara langsung. Coba bayangkan, penduduk Indonesia yang begitu banyak harus berkumpul secara langsung untuk menyalurkan aspirasi politik. Tidak cukup satu pulau untuk menampungnya.

Oleh karena itu, di zaman modern, bentuk partisipasi politik lebih dilakukan dengan menggunakan sistem perwakilan. Para wakil inilah yang nantinya akan menyalurkan aspirasi-aspirasi politik masyarakat. 

Bentuk perwakilan ini dalam sistem demokrasi–seperti di Indonesia–dilakukan melalui partai. Jadi, partai adalah bentuk “baru” dari partisipasi politik publik.

Ideologi

Partai berasal dari kata party (bahasa Inggris). Ia merupakan suatu kumpulan yang digagas dan disepakati untuk menjalankan visi misi bersama (common). Common atau kesatuan yang dijalankan oleh partai biasanya dibentuk berdasarkan ideologi yang berbeda-beda.

Sebut saja Partai Nasionalis Indonesia yang dibentuk Soekarno berdiri atas landasan nasionalisme dan kebangsaan. Sutan Sjahrir mendirikan Partai Sosialis Indonesia yang berbasis sosialis, sedangkan Masyumi adalah partai yang dibentuk atas basis agama. 

Perbedaan basis ideologi ini tentu dilandasi oleh alasan-alasan tertentu dan biasanya menjadi haluan mau dibawa ke mana partai tersebut.

Memasuki era reformasi, setelah jatuhnya rezim Soeharto, partai tumbuh seperti jamur di musim hujan. Setiap partai membawa semagat reforamsi setelah beberapa lama dikekang oleh kekuasaan absolut Soeharto.

Sama halnya pada saat ini, jumlah partai semakin banyak. Tentu Anda akan merasa bingung harus memilih partai yang mana untuk partisipasi politik Anda. Kebingungan ini bukan hanya dialami oleh pemilih pemula, tetapi terus dialami pula oleh orang yang sudah pernah mengikuti pemilihan berkali-kali.

Kondisi ini terjadi karena beberapa hal, di antaranya minimnya sosialisasi setiap partai tentang visi misinya terhadap rakyat. Partai hanya melakukan pendekatan ketika akan pemilu saja.

Agar tidak salah pilih dalam partisipasi politik, Anda harus tahu betul apa tujuan partai tersebut, siapa yang mewakili Anda, dan seberapa besar komitmen serta kejujuran para wakil kepada Anda sebagai rakyat.

Social Media sebagai Bentuk Partisipasi Politik

Segala bentuk iklan dan pemasaran hari ini, memerlukan suatu strategi digital padat. Kampanye politik tidak berbeda. Penulis mencoba menjelaskan bahwa untuk mencari jalan di mana kekuatan media sosial dapat dimanfaatkan untuk kampanye politik yang efektif.

Kita hidup di zaman yang sangat menarik di mana Internet, khususnya media sosial platform seperti Facebook, Twitter dan YouTube telah menjadi game-changer di arena politik dan sosial. 

Mutasi perbedaan politik dan protes massal terhadap pemerintahan di seluruh dunia, lazim selama bertahun-tahun, akhirnya berhasil dalam beberapa kali (bahkan menggulingkan rezim diktator yang menindas) berkat kekuatan alat media sosial.

Sangatlah bodoh untuk mengabaikan jumlah perubahan bahwa media sosial di internet telah membawa dalam urusan publik pada skala maupun global lokal.

Pemerintah di negara paling demokratis di seluruh dunia, telah menggunakan media sosial untuk kampanye politik seperti pemilihan presiden oleh karenanya menjadi bagian integral dari strategi kampanye. Kampanye politik dan kampanye pemilu memiliki banyak kesamaan dengan pemasaran.

Pada dasarnya, kampanye politik yang baik yang mengekpos calon untuk pos publik, menggalang dukungan untuk agenda politik atau mendapatkan opini publik tentang hal-hal penting tentang kebijakan pemerintah. Sebagai bagian bentuk publikasi atau pemasaran.

Social Media untuk Kampanye Pemilu

Pemasaran serta kampanye politik dengan sosial media harus menjadi bagian dari strategi kampanye kohesif yang konsisten di semua media termasuk saluran media tradisional. Tapi.. Sebuah strategi media sosial tidak harus menjadi alat penggembos pilihan pada mereka yang melek internet.

Jika lantas akan mendapati kerepotan bahwa rakyat pemilih tidak berinternet, lakukan saja. Karena mereka yang melek internet kebanyakan adalah orang yang suaranya di dengar di masyarakat sekitar.

Seperti saat ini, penggunaan social media dalam kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden sangatlah terasa. Sehungga social media menjadi sarana menyampaikan pendapat sebagai bentuk partisipasi politik.

*dari: http://www.anneahira.com/bentuk-partisipasi-politik.htm*