Social Climber: 'Penyakit Jiwa' Orang Miskin yang Ingin Kelihatan Kaya

Padahal tampil sederhana apa adanya bikin lebih bahagia.

Kamu punya teman yang sukanya hobi pamerin barang-barang berharganya di media sosial? Saat beli tas baru dia langsung pamer, Hp baru langsung pamer, sepatu baru pamer, atau saat berada di suatu tempat mewah dia langsung pamer juga. Makan di restoran mahal pamer, nonton di bioskop film terbaru pamer, bahkan sampai ke toilet Mall saja dia pamer dengan mengunggah foto di depan cermin.


Lebih parahnya lagi, keadaan yang sebenarnya tidak berbanding lurus dengan apa yang ia pamerin di media sosial. Jika di media sosial ia memamerkan barang mewah dan kehidupan glamour, namun kenyataannya dia bukanlah seorang yang kaya. Bahkan cenderung dari golongan menengah ke bawah.

Apa itu penyakit jiwa social climber?

Untuk perliaku demikian biasa disebut dengan istilah Social Climber. Social climber pada dasarnya merupakan perilaku seseorang yang dilakukan untung meningkatkan status sosialnya. Ia melakukan segala hal agar mendapat pengakuan status sosial lebih tinggi dari status yang sebenarnya.

Biasanya orang yang mengidap perilaku social climber gaya hidupnya cenderung galmour dan selalu ingin terlihat mewah. Sebab ia ingin mendapat pengakuan jika dia termasuk orang kaya, dengan berpenampilan dan gaya hidup glamour, dia berharap mendapatkan pengakuan dan penghormatan sebagai orang kaya.

Sebenarnya tidak ada yang salah ingin dianggap menjadi seorang yang kaya, namun bagi para social climber melakukan hal tersebut dengan segala cara. Tidak melalui sebuah proses terlebih dahulu untuk benar-benar menjadi orang kaya. Ia bahkan melakukan apa saja agar selalu nampak sebagai orang kaya.

Pelaku social climber akan merasa tidak nyaman, tidak percaya diri, dan khawatir tidak diterima di lingkungannya apabila tidak tampil glamour. Akibatnya sebisa mungkin dengan beragai cara ia lakukan agar tampil mewah.

Selalu merasa khawatir, dan tidak percaya diri saat tidak menggunakan barang-barang dengan brand ternama merupakan gejala yang dimiliki social climber. Inilah yang kemudian social climber bisa disebut “penyakit kejiwaan”. Ia akan merasa gelisah jika terlihat miskin, merasa minder, padahal itulah keadaan yang sebenanrnya.

Social climber berbeda dengan orang kaya yang sebenarnya, orang kaya yang melalui proses panjang penuh perjuangan akan lebih kalem dan lebih sederhana meskipun ia memiliki uang yang lebih banyak dari para social climber. Lihat saja penampilan pemuda terkaya saat ini, mark zuckerberg dia tampil sangat sederhana. Bahkan secara penampilan mungkin ia kalah mewah dari karyawan di Indonesia yang gajinya tidak lebih dari 5 juta.

Apakah penyakit social climber berbahaya?

Tentu! Social climber merupakan benih penyakit kejiwaan yang sangat berbahaya. Kita ingat kembali pembahasan diatas, para social climber bisa melakukan apa saja agar hidupnya terlihat memiliki status sosial yang tinggi dengan hal yang praktis dan tidak melalui proses.

Dari point tersebutlah para penderita social climber bisa melakukan hal-hal negatif sekalipun untuk tampil mewah. Semisal saja, pegawai negeri golongan I menginginkan hidup dengan rumah megah, mobil mewah, barang-barang keseharian yang berharga puluhan sampai ratusan juta, tentu gaji dari menjadi PNS tidak bisa mencukupi, dan jalan pintasnya kemungkinan korupsi.

Akibat para social climber yang mau terlihat kaya namun tidak mau melalui proses, mereka juga tidak sedikit yang sampai melakukan penipuan untuk hidup mewah. Menjadi orang kaya memang tidak ada salahnya, namun harus melalui proses dan perjuangan terlebih dahulu. Selain itu meskipun uang berlimpah bukankah dengan hidup sederhana dan apa adanya keadaanmu akan lebih tenang?

Tampillah apa adanya, tidak perlu membohongi diri sendiri. Syukuri apa yang kamu miliki saat ini, sebab dengan bersyukur kita akan merasa cukup dan puas dengan apa yang ada di hidupmu selama ini.