Kelopak mata Sigit tampak menghitam. Ia sudah lama tak mau tidur. Pasalnya, kalau ia tidur, kakek itu akan muncul lagi tepat di hadapannya.
Sigit bahkan harus dipecat dari kantornya karena tidak sehat dan kehilangan fokus kala bekerja.
"Apa yang terjadi dengan hatiku. Ku masih terjaga menunggu pagi."
Setiap kali malam tiba, Sigit akan menyanyikan lagu milik Peterpan berjudul Menunggu Pagi itu. Ia sudah sangat frustasi dengan keadaannya saat ini.
Akibat tak pernah tidur, kesehatannya menurun. Bahkan, ia harus kehilangan 10 kilogram berat badannya. Tubuhnya kurus kerempeng. Sigit tampak seperti tengkorak hidup.
Padahal, dahulu berat badannya mencapai 60 kilogram. Tubuhnya tinggi. Orang-orang kadangkala mengiranya seorang tentara. Ia benar-benar tampak sehat dan segar.
Sekarang semuanya tampak beda. Sigit juga tak mau mengurus penampilannya. Rambutnya gondrong, janggutnya panjang, badannya pun bau. Ia stress berat sejak kakek menyeramkan itu datang ke dalam mimpinya.
"Mas Sigit, Mas sudah makan?"
Biasanya para tetangga akan mengantarkan makanan ke rumahnya. Orang-orang sekitar sudah memberikan cap "orang gila" kepadanya. Mereka mengatakan kewarasan Sigit sudah lenyap.
Banyak gosip menyebar kalau Sigit frustasi karena ditinggal nikah oleh wanita pujaannya. Gosip lain mengatakan kalau ia dipecat karena mencuri. Berbagai kabar miring membayangi Sigit.
***
"Kakek jangan kira karena kakek sudah tua, kami jadi segan. Kami tak segan-segan melakukan kekerasan kalau kakek tak segera membayarkan hutang."
"Sungguh, nak. Kakek sudah siapkan uang Rp 1,5 juta itu. Namun, entah mengapa semalam menghilang. Kakek mohon beri waktu, barangkali kakek lupa menyimpannya."
"Dasar kakek tua bangka pikun! Memangnya kami bodoh apa? Sudah, habisi saja!"
Sekelompok preman itu mengambil paksa barang-barang si kakek tua. Tak ketinggalan, kakek tua itu juga dihajar habis-habisan. Tubuhnya diinjak, kepalanya dibenturkan ke dinding. Kakek tersebut tewas seketika.
***
"Mbah, terimakasih. Ajiannya benar-benar manjur. Uang gaib itu tiba. Entah mengapa batok kelapa yang sudah ku baca-bacai seperti anjuran Mbah Karwo itu terisi uang Rp 1,5 juta."
Sigit mendapatkan uang gaib yang katanya diambil dari makhluk gaib. Beberapa hari lalu, Sigit mendatangi Mbah Karwo untuk meminta ajian pesugihan uang gaib.
"Dalam waktu seminggu, kau akan mendapatkan uang gaib itu. Besarannya aku tak tahu. Karena makhluk gaib sewaanku akan mengambilnya dari rumah siapapun dan memberikannya padamu," kata Mbah Karwo beberapa hari lalu.
Kini uang itu benar-benar muncul. Sigit benar-benar melihat satu gepok uang ratusan ribu rupiah dalam batok kelapa. Batok kelapa itu disimpan tepat di tengah-tengah sesajian.
Namun, karena uang itu datang secara tiba-tiba, uang sebanyak itu habis hanya dalam waktu satu hari. Sigit menghabiskannya bersama teman-temannya.
Ia pergi ke kelab malam dan menghabiskan uangnya untuk membeli minuman dan menyewa perempuan malam. Sigit juga mendatangi Mbah Karwo untuk uang gaib bukan karena membutuhkan uang.
Sigit hanya ingin coba-coba dan memang pada dasarnya ia hanya seorang yang serakah. Padahal, gaji Sigit sudah cukup besar. Buktinya, ia mampu membeli rumah sendiri dan satu unit mobil.
Kendati belum punya anak dan istri, Sigit telah memiliki rumah di sebuah kawasan perumahan elit. Posisi dan jabatan pentingnya di kantor membuat gaji Sigit sangat besar.
***
"Aku menyesal telah serakah. Mungkin saja, kakek yang selalu menghampiri mimpiku itu adalah pemilik uang yang telah ku ambil melalui cara gaib. Kini, aku ingin mati saja."
Sigit kemudian meregang nyawa akibat kehabisan darah. Ia memotong urat nadinya sembari berendam di dalam danau di sekitar rumahnya. Mayatnya ditemukan satu bulan kemudian di dasar danau.
Cerita ini hanya fiktif belaka. Kesamaan nama tokoh dan latar hanyalah kebetulan. (*)
0 Komentar